Doktor Abdul Haris, pakar gempa dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa penyebab di Indonesia sering terjadi gempa adalah pulau-pulau di wilayah Indonesia masuk ke dalam areal Ring of Fire, yaitu kepulauan yang di wilayahnya terdiri dari banyak gunung berapi, baik yang di darat maupun yang di laut.
"Wilayah Ring of Fire di Indonesia meliputi pulau Sumatera, Jawa, sampai ke Papua," tutur Abdul Haris, di kampus UI.
Dijelaskan oleh Abdul Haris bahwa bencana alam itu pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu Artifisial (yang disebabkan oleh manusia) dan bencana yang murni merupakan fenomena alam. Bencana yang sering terjadi dewasa ini kebanyakan berasal dari kedua jenis bencana tersebut.
Ketika ditanya mengapa di Indonesia, pulau Sumatera paling sering terkena bencana gempa, Abdul Haris menjawab
"Indonesia adalah lokasi Ring of Fire, terutama Pulau Sumatera yang lautnya paling banyak dikelilingi oleh gunung berapi, sehingga sering menyebabkan gempa dan tsunami," Tercatat gempa besar terjadi di Sumatera pada tahun 1815.
Banyak juga yang menyebutkan kalau banyak bencana gempa di Indonesia pada era 2000-an ini adalah bagian siklus gempa 200 tahun sekali. Sayangnya, teknologi untuk mendeteksi gempa sampai saat ini belum ada.
"Memang, sampai saat ini belum ada teknologi untuk mendeteksi gempa secara pasti. Para ilmuwan sampai saat ini berdasarkan dari data-data penelitian, hanya bisa memperkirakan, tapi belum bisa memberitahu kapan waktu persisnya," ujar Abdul Haris.
Abdul Haris menambahkan bahwa pemerintah juga sudah melakukan beberapa langkah antisipatif, contohnya dengan memasang detektor gempa pada gunung berapi yang sedang aktif.
Karena, lepas 2010, Indonesia bukan berarti akan bebas gempa. 2011 masih rawan, karena dikatakan Indonesia masih dalam siklus gempa 200 tahun sekali, yang mana periode bakal berakhir sampai tahun 2014.
Abdul Haris menyebutkan kalau langkah yang diambil oleh pemerintah dalam menanggapi bencana gempa masih berkisar di Tanggap Bencana (post-event).
"Untuk bencana gempa, penanggulangannya terbagi tiga, yaitu Pre, Event, dan Post-event. Tapi saya berusaha merespon secara postif tindakan-tindakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah,contohnya saja pemerintah kini sudah membuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)" kata Abdul Haris.
Dijelaskan pula oleh Doktor Abdul Haris bahwa ahli-ahli geofisika di Indonesia juga rutin melakukan pertemuan untuk membahas data-data pengamatan gempa untuk nantinya disosialisasikan kepada pemda-pemda.
"Kami juga rutin mendapat data kiriman dari BMKG mengenai gempa-gempa di Indonesia," kata Abdul Haris.
Sudah sepatutnya Indonesia bertindak lebih jauh dalam menanggapi bencana gempa, karena wilayahnya termasuk sangat rawan bencana gempa.
"Contohnya saja, pemerintah Jerman menyiapkan anggaran sebesar 2,5 juta euro untuk penelitian mengenai gempa," tambah Abdul Haris
"Indonesia adalah lokasi Ring of Fire, terutama Pulau Sumatera yang lautnya paling banyak dikelilingi oleh gunung berapi, sehingga sering menyebabkan gempa dan tsunami," Tercatat gempa besar terjadi di Sumatera pada tahun 1815.
Banyak juga yang menyebutkan kalau banyak bencana gempa di Indonesia pada era 2000-an ini adalah bagian siklus gempa 200 tahun sekali. Sayangnya, teknologi untuk mendeteksi gempa sampai saat ini belum ada.
"Memang, sampai saat ini belum ada teknologi untuk mendeteksi gempa secara pasti. Para ilmuwan sampai saat ini berdasarkan dari data-data penelitian, hanya bisa memperkirakan, tapi belum bisa memberitahu kapan waktu persisnya," ujar Abdul Haris.
Abdul Haris menambahkan bahwa pemerintah juga sudah melakukan beberapa langkah antisipatif, contohnya dengan memasang detektor gempa pada gunung berapi yang sedang aktif.
Karena, lepas 2010, Indonesia bukan berarti akan bebas gempa. 2011 masih rawan, karena dikatakan Indonesia masih dalam siklus gempa 200 tahun sekali, yang mana periode bakal berakhir sampai tahun 2014.
Abdul Haris menyebutkan kalau langkah yang diambil oleh pemerintah dalam menanggapi bencana gempa masih berkisar di Tanggap Bencana (post-event).
"Untuk bencana gempa, penanggulangannya terbagi tiga, yaitu Pre, Event, dan Post-event. Tapi saya berusaha merespon secara postif tindakan-tindakan yang sudah dilakukan oleh pemerintah,contohnya saja pemerintah kini sudah membuat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)" kata Abdul Haris.
Dijelaskan pula oleh Doktor Abdul Haris bahwa ahli-ahli geofisika di Indonesia juga rutin melakukan pertemuan untuk membahas data-data pengamatan gempa untuk nantinya disosialisasikan kepada pemda-pemda.
"Kami juga rutin mendapat data kiriman dari BMKG mengenai gempa-gempa di Indonesia," kata Abdul Haris.
Sudah sepatutnya Indonesia bertindak lebih jauh dalam menanggapi bencana gempa, karena wilayahnya termasuk sangat rawan bencana gempa.
"Contohnya saja, pemerintah Jerman menyiapkan anggaran sebesar 2,5 juta euro untuk penelitian mengenai gempa," tambah Abdul Haris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar